“Naik saat Isu Panas, Tenggelam saat Misi Tuntas?”
“Etika di-Soft Delete, Akal Sehat di-Backspace?”

Tangerang, Jeritanrakyat.id — Kabupaten Tangerang belakangan ini diramaikan oleh kemunculan “portal-portal berita kilat” — media yang mendadak aktif ketika ada isu seksi, lalu menghilang entah ke mana ketika sore tiba. Fenomena ini bukan hanya lucu, tapi juga patut dipertanyakan secara etis dan profesional. Sabtu (21/6/2025)
Perbincangan semakin panas setelah dua tautan berita ramai beredar di grup WhatsApp publik dan aktivis, yang mana tautan tersebut mendadak error tak lama setelah tayang:
Berita pertama (12 Juni 2025): https://lipsusmedia.com/2025/06/12/akibat-mobil-pengangkut-galian-tanah-kobak-lele-jalan-di-depan-rumah-dewan-pdi-di-desa-gandaria-rusak-parah-tpt-yang-baru-selesai-di-bangun-hancur
Berita kedua (13 Juni 2025): https://lipsusmedia.com/2025/06/13/apkan-ri-dpw-banten-camat-mekar-baru-dan-dinas-binamarga-diminta-cekricek-jalan-serta-tpt-yang-rusak-akibat-aktipitas-mobil-galian-tanah-bikin-kolam-lele
Kami menyebutnya: Media 404. Pagi naik berita “heboh”, sore sudah tidak bisa dibuka. Bukan karena server rusak—tapi karena misi mungkin sudah selesai.
Etika Jurnalistik Bukan Sekadar Formalitas
Dewan Pimpinan Pusat Ruang Jurnalis Nusantara (DPP RJN) menilai tren ini sebagai bentuk kemunduran etika pers. Media seharusnya menjadi alat kontrol sosial dan sumber informasi yang kredibel, bukan alat tekan, alat tukar, apalagi sekadar “alat ketok pintu belakang”.
LANDASAN HUKUM YANG PERLU DIINGAT:
1. UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
• Pasal 3 Ayat (1): Fungsi pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
• Pasal 6(c): Mengembangkan opini publik berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
• Pasal 7 Ayat (2): Wartawan wajib menaati Kode Etik Jurnalistik.
2. Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers (KEJ)
•Pasal 1: Wartawan bersikap independen, akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 4: Wartawan dilarang membuat berita bohong, fitnah, sadis, atau cabul.
3. UU ITE (UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016)
• Pasal 28 Ayat (1): Larangan penyebaran berita bohong yang merugikan masyarakat.
•Pasal 27 dan 29: Penggunaan media digital untuk intimidasi atau pencemaran nama baik bisa dijerat hukum.
Arfendy CLFE, Ketua Umum DPP RJN:
“Kami tidak mempermasalahkan banyaknya media. Demokrasi butuh ruang ekspresi. Tapi jika medianya muncul hanya saat ada isu proyek, lalu menghilang setelah ‘transaksi’, maka itu bukan media—itu brosur digital berkedok jurnalistik.”
Syarifuddin, Tim Pengawas Internal DPP RJN:
“Ada media yang judulnya garang, padahal isinya kayak teh tawar. Ketikannya ngeri, niatnya nyari—nyari ‘amplifikasi logistik’. Ini bukan jurnalistik, ini jurus licik!”
Imron, R. Sadewo (Bocah Angon), Tim IT DPP RJN: “Wartawan itu tugasnya nanya, bukan nawar. Kalau kerja jurnalistik dijadikan lobi proyek, lama-lama jadi ‘Jurnalisme Tenderisasi’—berita disesuaikan harga penawaran.”
“Dulu orang bikin media buat menyuarakan kebenaran. Sekarang ada yang bikin media buat jaga akses. Gagal jadi konsultan, nyamar jadi redaksi. Akhirnya? Rakyat makin bingung, bukan tercerahkan.”
“Kami mengajak semua pihak—terutama rekan-rekan jurnalis dan pemilik media—untuk kembali kepada khitah. Jurnalisme adalah panggilan nurani, bukan sekadar ladang cari fee. Kalau ingin dihormati sebagai pilar keempat demokrasi, berperilakulah sebagai penjaga kebenaran, bukan pelicin kekuasaan.” Tutup Bocah Angon
TIM – DPP RJN