Ketika KTP Jadi Jaminan Utang Bank Keliling: FTH dan Empat Ibu- ibu Warga Kronjo Terhalang Bansos dan Pendidikan Anak
DPP RJN Desak Tindakan Tegas: Praktik Tahan KTP Hambat Akses Bansos dan Pendidikan

TANGERANG, JERITAN RAKYAT — Isak lirih para ibu rumah tangga di pelosok desa kembali mengetuk nurani kita bersama. Di Kampung Sumur Buyut, Desa Pagenjahan, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, empat warga perempuan terpaksa menjadikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai jaminan pinjaman harian dari koperasi atau bank keliling. Akibatnya, mereka mengalami hambatan dalam mengakses bantuan sosial (bansos) hingga mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah. Jum’at (8/8/2025)
Mereka adalah Ibu FTH, Ibu KNH, Ibu JMS, dan Ibu TT. Keempatnya memiliki kesamaan latar belakang: ekonomi terbatas, beban tanggungan keluarga, dan terdesak kebutuhan harian.
Salah satu dari mereka, ibu FTH, menuturkan dengan suara parau:
“Saya tinggal punya sisa utang Rp300.000. Tapi KTP saya belum bisa diambil kalau belum lunas. Padahal, saya butuh KTP untuk ambil bansos dan mendaftarkan anak ke sekolah itu pun rekomendasi Bantuan dari tim (DPP RJN) dan Infoterbit.com -yang berusaha mencarikan Beasiswa.”
Hal serupa diungkapkan ibu KNH,
“Kami diminta Membawa KTP saat mau ambil beras Karena salah satu pengambilan bantuan sosial ( Bansos) harus melampirkan KTP asli. Padahal, KTP kami dijadikan jaminan. Saya, bu JMS, bu TT, dan bu FTH — semua KTP-nya masih ditahan dan Bang Keliling Semua Sekitar ada 7” Ungkap KNH nada lirih

Imron, R. Sadewo ( Bocah Angon) Aktivis Sosial juga Tim ITE (DPP RJN), Mengungkapkan Rasa Keprihatinan :
Penahanan KTP sebagai jaminan utang, meskipun dilakukan secara informal dan atas dasar kesepakatan personal, tetap tidak dibenarkan secara hukum.
KTP merupakan dokumen resmi negara yang menyangkut identitas dan hak sipil seseorang, dan tidak dapat dijadikan barang jaminan oleh pihak manapun.
Dasar hukum yang dilanggar:
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan
Pasal 63 ayat (6): “KTP Elektronik tidak boleh ditahan oleh pihak manapun.”
Syarifuddin Dewan Pengawas DPP RJN : Ambil Sikap Tegas : Perlu kami tegaskan bahwa keempat ibu tersebut bukan pelanggar hukum, melainkan korban dari praktik yang menyalahi prinsip perlindungan dokumen kependudukan.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tanggung jawab pidana melekat pada pelaku aktif yang secara sadar melakukan tindakan melawan hukum. Dalam hal ini, penyerahan KTP oleh warga karena tekanan ekonomi tidak dapat dianggap sebagai pelanggaran.
DPP RJN dengan tegas menyatakan bahwa:
“Para ibu ini harus dilindungi, bukan disalahkan. Mereka terdesak, bukan bermaksud melawan hukum. Mereka menggadaikan harapan, bukan menipu sistem.”
DPP RJN mengapresiasi langkah responsif Sekretaris Desa Pagenjahan, Bapak Hendy, yang segera turun ke lokasi didampingi Ketua RT 003/RW 001, Bapak Nani, setelah informasi ini terkonfirmasi.
Kami berharap langkah ini tidak berhenti sebagai kunjungan semata, melainkan menjadi pintu masuk penyelesaian berkeadilan bagi warga terdampak.
Untuk menyikapi peristiwa ini, DPP RJN menyerukan:
Mediasi kemanusiaan antara warga dan pihak pemberi pinjaman, difasilitasi oleh pemerintah desa dan kecamatan.
Pengembalian dokumen KTP kepada pemilik sah tanpa syarat memberatkan.
Edukasi hukum dan literasi keuangan kepada masyarakat desa agar tidak lagi menggunakan dokumen pribadi sebagai jaminan.
Tutup Bocah Angon
Tim DPP RJN