Demi Lingkungan dan Hak Rakyat, Koalisi Rakyat Banten Desak Evaluasi Proyek PIK 2

TANGERANG, JERITANRAKYAT.ID – Masyarakat Desa Muncung, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Banten, menyampaikan pernyataan sikap resmi dalam sebuah konferensi pers sebagai bentuk penolakan terhadap proyek pengembangan wilayah yang dikenal sebagai PIK 2 di kawasan Pantai Utara (Pantura) Banten. Sabtu (7/6/2025)
Rizki, selaku perwakilan masyarakat Desa Muncung, menyatakan bahwa proyek tersebut telah menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan masyarakat terkait tata kelola ruang, pengelolaan lingkungan, serta perlindungan terhadap hak-hak warga atas tanahnya.
“Kami menyampaikan sikap ini sebagai bentuk aspirasi konstitusional, demi memastikan bahwa pembangunan berjalan sesuai dengan prinsip keadilan, keterbukaan, dan perlindungan terhadap masyarakat lokal,” ujar Rizki dalam konferensi tersebut.
Pernyataan Sikap Koalisi Rakyat Banten:
Mendesak aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti secara objektif dan profesional setiap laporan atau dugaan praktik intimidasi terhadap pemilik lahan yang belum bersedia melepas haknya.
Menegaskan bahwa keberlanjutan proyek PIK 2 perlu dikaji ulang karena berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap struktur sosial, budaya, demografi, ekonomi, dan kehidupan beragama masyarakat di wilayah Banten.
Meminta Pemerintah Pusat Republik Indonesia untuk mengambil langkah-langkah hukum terhadap oknum-oknum yang diduga menyalahgunakan kewenangannya, baik di tingkat aparat, pemerintah desa, maupun pejabat daerah, apabila terbukti melanggar hak warga.
Mendorong dihentikannya aktivitas pengurugan dan pengelolaan lahan yang belum memiliki kejelasan hukum dan persetujuan masyarakat, khususnya di wilayah Desa Muncung, yang dilaporkan masih menyimpan sengketa.
Mendorong pemulihan fungsi lingkungan dan wilayah aliran sungai, termasuk kawasan Kali Malang–Muara Selasih, yang dalam catatan warga telah mengalami perubahan fungsi yang perlu ditinjau kembali secara ekologi dan legal.
Mengecam segala bentuk kerusakan lingkungan hidup, termasuk praktik reklamasi, penggalian tanah, dan pemagaran kawasan laut yang tidak sesuai peruntukan, serta mendorong penegakan hukum terhadap seluruh aktivitas yang bertentangan dengan peraturan lingkungan hidup.
Menolak kebijakan dan aktivitas pembangunan yang tidak berpihak pada keberlanjutan masyarakat lokal dan kedaulatan negara dalam tata kelola ruang serta penguasaan sumber daya alam.
“Kami akan terus mengawal proses ini melalui jalur hukum dan konstitusional, serta menyuarakan kepentingan masyarakat secara terbuka, bertanggung jawab, dan damai.
Kami berharap pemerintah tidak menutup mata atas persoalan ini,” tegas Rizki.
Konferensi ini juga dihadiri sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis, antara lain H. Heru dan Heri (aktivis muda dari Pontang), serta Kang Kholid yang dikenal sebagai tokoh masyarakat Banten dalam perjuangan keadilan ruang hidup di wilayah Pantura.
Dalam sambutannya, Kang Kholid menyampaikan bahwa persoalan ini tidak bisa dipandang sebagai persoalan teknis semata.
“Pembangunan harus berpihak kepada rakyat. Ketika suara rakyat tidak didengar, maka yang rusak bukan hanya tanahnya, tetapi juga martabat dan masa depan kita bersama. Ini bukan tentang anti pembangunan, tapi tentang menuntut keadilan dalam pembangunan.”
Koalisi Rakyat Banten menyatakan akan terus memperjuangkan hak-hak masyarakat dengan cara damai, legal, dan bermartabat.
Seluruh isi pernyataan ini merupakan bagian dari kebebasan menyatakan pendapat di muka umum yang dijamin oleh UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tutup Kang Kholid. (TIM/RED)